Dia menjelaskan bahwa kronologi kasus mafia tanah ini berawal pada tahun 2019, korban ditawari oleh tersangka Tiyari sebuah tambak seluas 1 hektar lebih dan dijanjikan bahwa tanah tersebut akan terkena proyek startegis nasional (PSN).
“Saat itu saudari Tiyari dan Agus Salim menawarkan tanah seharga Rp 800 juta dan akan terkena PSN. Dari proyek tersebut, korban dijanjikan mendapatkan keuntungan tiga kali lipat,” ungkapnya.
Karena tertarik dengan keuntungan itu, lanjutnya, korban membeli tanah tersebut dengan kelengkapan surat letter C dari pihak desa. “Setelah kami cari lebih jauh, ternyata tanah tersebut sudah punya sertifikat hak milik oleh orang lain,” ujarnya.
Dia menduga masih ada pelaku lain, seperti perangkat desa, yang bekerja sama dalam menerbitkan letter C itu. “Saya rasa pastinya ada keterlibatan perangkat desa lainnya,” ujarnya.
Ardana mengutarakan bahwa korban memang sempat diajak untuk menyelesaikan kasus secara kekeluargaan. Namun, sejak tahun 2019, kedua tersangka tidak ada etika baik untuk menyelesaikannya.
Editor : Ahmad Antoni