SEMARANG, iNewsSemarang.id – Sejarah pertempuran lima hari di Semarang mengisahkan perjuangan heroik para pemuda mengusir pendudukan tentara Jeparang. Hari ini, 14 Oktober menjadi momen bersejarah mengenang perjuangan rakyat Semarang dalam mempertahankan Kemerdekaan RI.
Momentum 79 tahun yang lalu, tepatnya pada 14 Oktober 1945, rakyat Semarang dari berbagai latar belakang bersatu bulat melakukan perlawanan sengit terhadap tentara Jepang yang menduduki Kota Semarang.
Ketika itu, Minggu (14/10/1945) sekitar pukul 09.00 WIB para pemuda dipimpin Mr Wongsonegoro yang saat itu menjabat Gubernur Jawa Tengah (Jateng) mendatangi markas Kido Butai di Jatingaleh bersama ratusan pemuda untuk meminta penyerahan senjata Jepang.
Mereka menganggap, sejak Jepang kalah dari sekutu akibat pengeboman Hiroshima dan Nagasaki, maka kekuasaan Jepang atas Indonesia runtuh. Para pemuda pun menagih janji Jepang sebagai saudara tertua dengan menyerahkan persenjataan yang dimiliki sebagai bekal perjuangannya mempertahankan Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Namun Jepang yang ada di luar Semarang dengan Jepang Kido Butai yang bermarkas di Jatingaleh berbeda. Pasukan Kido Butai pimpinan Mayor Kido tak mau menyerahkan senjata. Alasannya karena pasukan Kido merupakan bala tentara yang memiliki kualifikasi khusus atau semacam pasukan tempur komando. Jadi tabu menyerahkan senjata begitu saja tanpa peperangan.
Para pemuda pun marah dan Mayor Kido mengambil siasat untuk menenangkan pemuda dan agar tak jadi pertikaian. Akhirnya senjata-senjata yang rusak diserahkan pada pemuda. Mereka kegirangan tanpa menyadari kalau senjata yang diserahkan dalam kondisi rusak.
Setelah mereka pulang ke markas pengendali yang merupakan Markas Angkatan Muda di Jalan Pemuda 88/89 Semarang dan membongkarnya, mereka sadar bahwa senjata yang diserahkan memang rusak semua.
Editor : Ahmad Antoni