SUKOHARJO, iNewsSemarang.id - Meski ditetapkan sebagai tersangka teroris, Dokter Sunardi yang tewas ditembak Densus 88 Antiteror Polri di Sukoharjo pada Rabu (9/3/2022) malam, dikenang warga setempat sebagai pribadi yang baik.
Rumah sekaligus tempat praktik dokter Sunardi tersangka teroris yang ditembak Densus 88 Antiteror Polri tampak sepi, Minggu (13/3/2022). Namun pintu gerbang terlihat terbuka, meski pintu rumah serta jendela rumah terlihat tertutup. Di garasi depan, terlihat ada mobil sedang warna merah terparkir.
Meski dokter Sunardi sudah meninggal, namun plang bertuliskan praktik dokter Sunardi masih dibiarkan terpasang didinding tembok.
Tak ada sahutan dari dalam rumah, meski pun berulang kali wartawan mengetuk pagar halaman. Di samping rumah dan tempat praktik terdapat toko besi sekaligus garasi bus antar pedesaan.
MPI mencoba menanyakan pada seorang pria yang baru saja memarkirkan bus pedesaan di pinggir jalan. "Maaf, apakah di samping penghuninya ada," tanya wartawan pada pria tersebut.
Bukannya dijawab, pria itu malah menjawab kalau dirinya tidak tahu menahu. "Saya tidak tahu, jangan tanya saya," jawab pria berbadan kurus itu sambil masuk ke dalam garasi.
Akhirnya, wartawan ini mencoba mencari tahu tentang dokter Sunardi pada warga sekitar. Dari keterangan Ketua Rt 01 Rw 07 Bambang Pujiana, selain memiliki rumah di mana dirinya menjabat sebagai Ketua RT, dokter Sunardi itu pun memiliki rumah di pinggir jalan.
Cukup sulit juga untuk mengetahui kehidupan dokter Sunardi. Pasca kejadian itu, mayoritas warga menolak memberikan keterangan pada siapa pun.
Seorang perempuan warga Rt 01 Rw 07 yang sehari-hari berjualan snak ringan dan minuman jus memberikan kesaksian terkait kepribadian dr Sunardi.
Perempuan itu mengaku bernama Sulastri. Menurutnya, dokter Sunardi itu orangnya baik. Meski jarang kumpul, namun warga yang berobat di tempatnya tidak dipungut biaya sepeser pun.
"Pak Sunardi itu orangnya baik. Meskipun jarang kumpul sama warga. Bahkan rapat RT pun jarang. Tapi kalau warga sini yang berobat, pasti gratis tidak perlu membayar,” katanya.
Ini didasari pengalamannya sendiri. Saat itu anaknya sakit demam. Kemudian dirinya memeriksakan anaknya pada dokter Sunardi. Saat tahu kalau dirinya tinggal satu Rukun Tetangga (RT), dokter Sunardi tidak menarik bayaran pada dirinya.
"Waktu itu anak saya sakit demam. Panas dan batuk, terus saya bawa ke dokter Sunardi. Orangnya ramah, dan bertanya saya rumahnya di mana. Saat tahu kalau saya satu RT dengan dokter Sunardi, saya tak usah membayar," ujar Sulastri.
Tak hanya membayar, kalau terpaksa harus menebus obat ke apotek, dokter Sunardi pasti memberikan resep obat harga terjangkau.
"Kalau tempat praktik ramai atau tidak, saya tak tahu. Soalnya, praktiknya itu kan di pinggir jalan, tak bisa lihat sama sekali. Tapi pas itu, kebetulan sepi tak ada yang berobat," ujarnya.
Dia mengatakan selama dokter Sunardi tinggal RT 01 RW 07, bisa dihitung dirinya bertemu dengan istri dokter Sunardi. "Jarang ketemu (istri dokter Sunardi). Yang saya tahu, istrinya pakai cadar, sudah itu saja," ujarnya.
Editor : Sulhanudin Attar