Bagaimana Nasib Sritex dengan Utang Rp29,8 Triliun? Begini Kata Menteri BUMN Erick Thohir

JAKARTA, iNewsSemarang.id - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir buka suara terkait nasib PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex dengan jumlah utang mencapai Rp29,8 triliun. Erick Thohir mengaku belum ada rencana BUMN terlibat dalam upaya penyelamatan PT Sritex.
"Belum," tegas Erick, dikutip dari Antara, di Jakarta, Selasa (26/5/2025).
Namun demikian, Erick mengatakan, tidak menutup kemungkinan akan mengambil alih aset Sritex melalui perusahaan BUMN. Saat ini keputusan aset dari Sritex masih menjadi wewenang Tim Kurator.
"Kalau BUMN diberi kesempatan untuk melakukan bantuan. Misalnya, kita melihat asetnya ada yang menarik, ya kita coba," ucapnya.
Kurator kepailitan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) mencatat tagihan utang dari para kreditur perusahaan tekstil tersebut dengan jumlah mencapai Rp29,8 triliun.
Dalam daftar piutang tetap tersebut tercatat 94 kreditur konkuren, 349 kreditur preferen, serta 22 kreditur separatis.
Adapun tagihan yang telah diakui oleh kurator antara lain dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo yang mencapai Rp28,6 miliar.
PT Sritex juga tercatat memiliki tanggungan utang kepada Bea Cukai Surakarta sebesar Rp189,2 miliar.
Sementara terhadap PT PLN Jawa Tengah-DIY sebagai kreditur konkuren, Sritex masih memiliki utang yang harus dibayar sebesar Rp43,6 miliar.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli memastikan pihaknya mengawal proses antara kurator dan investor baru untuk mempekerjakan kembali para eks pekerja PT Sritex.
"Kita ingin memastikan terkait dengan rencana kurator untuk mempekerjakan kembali. Jadi kurator membuka opsi untuk (eks karyawan Sritex) dipekerjakan kembali, dan Alhamdulillah kemarin terkonfirmasi. Jadi sudah ada pendataan dan sudah ada kontrak dengan investor. Hanya itu yang bisa saya sampaikan," kata Menaker Yassierli saat ditemui di Kantor Kemnaker RI di Jakarta, Rabu (19/3).
Mengenai jumlah eks pekerja Sritex yang akan dipekerjakan kembali, Menaker mengatakan tidak semua korban terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) terlibat.
(Arni Sulistiyowati)
Editor : Arni Sulistiyowati