get app
inews
Aa Read Next : Menag Yaqut: UIN Walisongo Semarang Harus Menyiapkan Aktor Perubahan

Sains Ramadhan: Hindari Rayuan Menghilangkan Makanan dan Menyisakan Limbah Saat Buka Sahur

Rabu, 20 April 2022 | 17:47 WIB
header img
ilustrasi limbah. (foto: pixabay)

SEMARANG. iNewsSemarang.id -  Bagi sebagian kita, datangnya Ramadhan disambut dengan persiapan matang terutama dalam makanan, mulai dari menu sahur dan buka puasa yang istimewa dibanding hari hari lain diluar bulan Ramadhan. 

Selain itu, porsinya pun berbeda dengan hari biasa, jika selain Ramadhan biasanya hanya ada nasi, lauk dan air, pada bulan ini ditambah dengan hidangan pembuka, hidangan penutup dan lain sebagainya. Bahkan bagi ibu yang bekerja, biasanya menyimpan bahan makanan untuk seminggu kedepan. 

Memang tidak ada salahnya mempersiapkan hal tersebut dengan selengkap lengkapnya dan sebanyak banyaknya. Tetapi, perlu diperhatikan adanya potensi sampah sisa makanan yang tidak habis dikonsumsi. Mari kita cermati tentang potensi hilangnya makanan (food loss) dan limbah makanan (food waste) ini.

Apa itu Food Loss dan Food Waste?

Mengutip ​Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) definisi dari food loss (hilangnya makanan) adalah penurunan kuantitas atau kualitas makanan yang dihasilkan dari keputusan dan tindakan oleh produsen dan distributor atau selain  pengecer, penyedia layanan makanan dan konsumen. 

Berikut beberapa penyebab food loss:
proses pra-panen seperti pangan tersebut tidak sesuai dengan mutu yang diinginkan pasar
permasalahan dalam penyimpanan, penanganan, pengemasan dari pangan tersebut sehingga produsen memutuskan untuk membuang pangan tersebut karena ditolak oleh pasar

Food waste (Limbah makanan) mengacu pada penurunan kuantitas atau kualitas makanan yang dihasilkan dari keputusan dan tindakan oleh pengecer, penyedia layanan makanan dan konsumen. Makanan terbuang dalam banyak hal:

Produk segar yang tidak sesuai dari apa yang dianggap optimal, misalnya dalam hal bentuk, ukuran dan warna, sering dibuang dari rantai pasokan selama operasi penyortiran.
Makanan yang dekat dengan, pada atau di luar tanggal “baik dikonsumsi sebelum” sering dibuang oleh pengecer dan konsumen.
Sejumlah besar makanan sehat yang dapat dimakan sering tidak digunakan atau ditinggalkan dan dibuang dari dapur rumah tangga dan tempat makan.

Food loss dan food waste sekilas sama, tetapi ternyata berbeda. Perbedaan keduanya dapat dicermati pada gambar berikut:
 

Gambar. Perbedaan Food Loss dan Food Waste
  
 

Data Empirik Food Loss dan Food Waste].

Berdasarkan UNEP food Waste index tahun 2021 yang dikeluarkan oleh United Nations Environment Programme, limbah makanan dari rumah tangga, perusahaan ritel dan industri jasa makanan berjumlah 931 juta ton setiap tahun. Hampir 570 juta ton atau separuh lebih limbah ini terjadi di tingkat rumah tangga. 

Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa rata-rata global 74 kg per kapita makanan yang terbuang setiap tahun. Keadaan pandemic memicu kenaikan jumlah food loss and waste.

Bagaimana dengan data di Indonesia?  Menurut data bartill Barilla Center For Food & Nutrition, Indonesia adalah negara kedua terbesar penyumbang food loss dan food waste.  Lebih lanjut, Hasil kajian Bappenas (2021) menyebutkan food loss dan food waste Indonesia per orang mencapai 184 kg per tahun atau secara total 48 juta ton dalam setahun. 

Jumlah makanan yang terbuang tersebut setara dengan memberikan makanan sebanyak 125 juta orang untuk mengentaskan kemiskinan dan penanganan stunting di Indonesia. Padahal tingkat kelaparan di Indonesia masuk kategori serius menurut Global Hunger Index. Sungguh memprihatinkan bukan?

Lebih ironis lagi, bulan Ramadhan ini nyatanya menunjukkan peningkatan jumlah hilangnya makanan dan limbah makanan. Data Statistik SW corp menaksir kenaikan limbah makanan pada bulan Ramadhan atau perayaan besar lain sekitar 15-20%. Apakah ini sejalan dengan tujuan puasa sebagai sarana untuk menahan diri dari hal hal yang tidak bermanfaat dan prihatin dengan keadaan orang orang yang kurang beruntung ya?

Kita seringkali melupakan atau abai bahwa nyatanya segelas susu yang kita minum merupakan hasil dari proses yang panjang. Dimulai dari peternakan sapi, pemerahan, pengangkutan, sterilisasi. Bagi kita masyarakat perkotaan, proses ini masih berlanjut ke proses pengemasan, pendistribusian, penyimpanan hingga sampai di supermarket dimana kita biasa membeli bahan makanan atau minuman.

Proses ini membutuhkan energi yang besar. Lantas apakah energi yang besar itu akan disia siakan dengan menjadikannya sebagai limbah yang akan dibuang? Silahkan cermati gambar berikut:

Gambar. Alur suplai susu

 

Dampak adanya Food Loss dan Food Waste

Food loss dan food waste saat ini merupakan masalah global. Tidak hanya di negara berkembang saja, tapi juga negara maju. Meskipun di negara berkembang kasus food loss dan food waste ini justru lebih sering terjadi akibat minimnya teknologi pangan dan pengolahan pangan. 

Lantas, apa dampak limbah pangan ini? Laporan UNEP 2021 disebutkan, limbah ini akan menjadi sumber emisi gas rumah kaca terbesar ketiga. Limbah makanan juga membebani sistem pengelolaan limbah, memperburuk kerawanan pangan, menjadikannya penyumbang utama tiga krisis planet yaitu perubahan iklim, hilangnya alam dan keanekaragaman hayati, serta polusi dan limbah.

Separah itu ternyata  dampak dari hilangnya makanan dan limbah makanan ya. Saat kecil , kita mungkin sering diperingatkan orang tua dengan seperti ini: ”Nang, entekno maeme, mengko nek ora enthek, ayame mati lho“. Ternyata dengan membuang limbah makanan, bukan ayam saja yang bisa mati, tetapi seluruh makhluk hidup ya.

Bagaimana kaitan limbah makanan dengan perubahan iklim?Makanan yang kita konsumsi,  diperoleh melalui tahapan yang sangat panjang, mulai dari produksi, distribusi, pengolahan hingga menjadi makanan yang siap disantap.  

Pada tahapan tersebut dapat dihitung jejak karbon nya. Jejak karbon (carbon footprint)  merupakan. Jumlah karbon atau gas emisi yang dihasilkan dari berbagai kegiatan (aktivitas) manusia pada kurun waktu tertentu. Nilai jejak karbon bisa ditelusuri dengan melakukan penghitungan menggunakan kalkulator yang sudah tersedia banyak secara online. 

Salah satu contohnya seperti yang disediakan oleh www.carbonfootprint.com. Nilai jejak karbon biasanya dihtung dari jumlah gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dan atau gas metana (CH4). Kedua gas ini merupakan gas buang penyebab rumah kaca (GRK). 

Seperti diketahui peningkatan emisi gas rumah kaca ini berpengaruh signifikan pada pemanasan global dan perubahan iklim. Produksi, transportasi, dan penanganan makanan menghasilkan emisi Karbon Dioksida (CO2) yang signifikan .Ketika makanan berakhir di tempat pembuangan sampah, itu menghasilkan metana, gas rumah kaca yang bahkan 21  lebih kuat dibanding CO2. EPA  memperkirakan bahwa setiap tahun, kehilangan dan limbah makanan di AS  menghasilkan 170 juta metrik ton emisi GRK setara karbon dioksida (juta MTCO2e) (tidak termasuk emisi TPA) – sama dengan emisi CO2 tahunan dari 42 pembangkit listrik tenaga batu bara.

Gambar: jejak karbon dari pembuangan limbah.

Apa yang bisa kita lakukan?

Mengingat fakta dan dampak dari akumulasi food loss dan food waste ini, maka berbagai upaya dilakukan untuk menguranginya. Dalam tujuan pembangunan berkelanjutan SDG’s, Tujuan no 2 adalah No Hunger, tujuan no 12, responsible consumption and production serta climate change. 

Pada tahun 2030 diharapkan kita dapat  mengurangi separuh limbah makanan dan mengurangi kehilangan makanan. Berbagai riset telah dilakukan untuk mengurangi dampak dari limbah makanan ini. Negara perlu menciptakan food waste management yang terpola dan diatur dengan maksimal. 

Beberapa hal yang telah dilakukan adalah mengolah limbah makanan menjadi berbagai produk sehingga dapat dimanfaatkan.Limbah dapat diubah menjadi biofuel, biopolimer, bioenergy dan biochemical. Negara Perancis adalah negara dengan food sustainability terbaik dalam mengolah limbah pangan ini.

Gambar. Alternatif Food Waste Valorisation.

Jika negara dan pemerintah telah siap dengan penanganan limbah makanan, lantas apa yang bisa kita lakukan sebagai warga negara. Bukankah jumlah limbah makanan dihasilkan dari sektor rumah tangga? 

Ada berbagai cara untuk mengurangi jumlah limbah makanan ini. Jika kita mencari informasi dari google akan kita temukan banyak tip untuk mengurangi limbah ini. Salah satunya upaya yang masing masing kita bisa lakukan sesuai hierarki ini:

Gambar Hirarki pengolahan sampah makanan

Berdasarkan urutan ini, Langkah utama yang dapat kita lakukan adalah habiskan makanan kita, berbagi kepada sesama jika punya makanan berlebih, berbagi kepada binatang disekitar kita, mengubahnya menjadi biofuel (jika bisa), mengubahnya menjadi kompos, dan pilihan yang terakhir adalah buang makanan d TPA.

Lalu, bagaimana dengan food loss dan food waste selama Ramadhan ini? banyak tawaran untuk berbuka puasa bersama bukan? apa kita bisa tetap ikut buka puasa bersama tapi tanpa membuang limbah makanan? Jawabnya adalah Bisa. 

Dalam kanal youtube Dr. Kennia ditampilkan tips berbuka puasa bersama tanpa membuang banyak limbah makanan. Dalam videonya, suatu keluarga besar akan mengadakan Buka Puasa Bersama. Si Ibu diminta untuk menyediakan makanan ¼ kali dari jumlah yang biasanya dimasak untuk buka puasa bersama tanpa memberitahukan para tamu. 

Seperti yang diduga, tidak ada satupun anggota keluarga yang menyadari bahwa jumlah makanan mereka lebih sedikit dari biasanya . 

Meskipun Si Ibu sebenarnya cemas jika makanan yang disediakan kurang, tapi nyatanya makanan yang disediakan cukup dan yang terpenting dapat mengurangi sedikit mungkin limbah makanan. 

Kemudian anggota keluarga menyampaikan bahwa dia telah mengambil pelajaran berharga untuk memasak seperlunya, makan secukupnya. Hal itu tidak akan membuat kita mati karena lapar. Si Ibu akhirnya melanjutkan untuk membeli belanja secukupnya, memasak sesuai kadarnya dan berbagi kepada sesama jika ada kelebihan makanan.  Bagaimana dengan saudara, tertarik?

Dalam suatu hadist,  Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda yang artinya "Orang yang berpuasa mendapatkan dua kegembiraan. Satu kegembiraan ketika berbuka dan satu kegembiraan ketika ia berjumpa Tuhannya”.

Terhadap hadits ini, Prof Dr. Quraish Shihab, M.A menyampaikan bahwa kegembiraan ini saat berbuka ini bukan saja soal makanan dimana seseorang bisa makan sepuasnya setelah waktu berbuka tiba. Namun, lebih dari itu, secara psikologi, saat berbuka manusia senang dari ternyata dia berhasil mengendalikan dirinya terutama hawa nafsunya. 

Pertanyaan selanjutnya apakah kita telah benar benar puasa,jika sudah saatnya berbuka kita makan sepuasnya, menyediakan makanan sebanyak banyaknya sehingga akan membuang limbah makanan? Ketahanan perut manusia untuk makan juga terbatas kan?

Bukankah Rasulullah SAW telah mengajarkan diet sehat bagi kita. Salah satu hadits nabi dari Al Miqdam bin Ma’dikarib, beliau berkata: saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah sekali-sekali manusia memenuhi sebuah wadah  yang lebih berbahaya dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan untuk menegakkan tubuhnya. Jika ia harus mengisinya (melebihinya), maka sepertiga (bagian lambung) untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk nafasnya (udara)” (Hadits Riwayat Tirmidzi, berpredikat shahih.

Mari kita muliakanlah Ramadhan ini dengan memuliakan makanan. Semoga keberkahan Ramadhan tahun ini bisa kita raih dengan tidak mengurangi berkah makanan karena membuangnya sia sia. Dan semoga kita meraih predikat orang yang benar benar bertaqwa seperti tujuan puasa. Tidak hanya taqwa secara spiritual, tapi juga taqwa secara ekologis dan sosial. Amiin.

Penulis: Wirda Udaibah, M.Si, Dosen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang

Serial artikel Sains Ramadhan merupakan kerjasama iNewsSemarang.id dengan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang.

Editor : Moh.Miftahul Arief

Follow Berita iNews Semarang di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut