Utang Luar Negeri RI sejak Era Soekarno hingga Jokowi, Ternyata Ada Utang Warisan Belanda

Tim Sindonews
Utang Luar Negeri RI ternyata sudah tercatat sejak Indonesia berdiri yang merupakan utang warisan zaman Pemerintahan Hindia Belanda. Ist

Perlunya Berutang

Kemenkeu melalui laman resminya menerangkan, bahwa berutang perlu dilakukan untuk menjaga momentum dan menghindari opportunity loss. Adanya kebutuhan belanja yang tidak bisa ditunda, misalnya penyediaan fasilitas kesehatan dan ketahahan pangan. Penundaan pembiayaan justru akan mengakibatkan biaya/kerugian yang lebih besar di masa mendatang.

Memberikan Legecy (Warisan) Aset yang Baik untuk Generasi Selanjutnya. Legacy yang baik muncul ketika utang digunakan untuk membiayai hal-hal yang produktif dan memberikan manfaat bagi generasi mendatang, misalnya belanja infrastruktur dan pendidikan. Lalu menjaga dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Efek Utang Luar Negeri

Di sisi lain utang luar negeri juga punya dampak menghambat kemampuan suatu negara dalam berinvestasi, baik dari pendidikan, infrastruktur maupun dari perawatan kesehatan. Hal tersebut dikarenakan pendapatan negara tersebut yang sangat kecil dihabiskan untuk membayar pinjaman dari luar negeri.

Dari manajemen utang yang tidak efektif, dan ditambah dengan guncangan dari jatuhnya harga minyak atau resesi ekonomi yang sangat ekstrem, maka dapat menyebabkan krisis utang dalam suatu negara.

Hal itu bisa diperparah dengan fakta bahwa utang luar negeri pada umumnya didominasi oleh mata uang negara penerbit bukanlah mata uang dari peminjamnya. Dan apabila ekonomi negara dari peminjamnya lemah, maka akan semakin sulit melunasi utang.

Berikut perbandingan utang luar negeri di Indonesia dari tiap periode Presiden:

1. Utang RI di Era Presiden Soekarno

Indonesia sudah mulai melakukan utang luar negeri tak lama dari kemerdekaan Indonesia. Utang tersebut merupakan salah satu kesepakatannya sebagai syarat kemerdekaan dalam Konferensi Meja Bundar atau KMB di Den Haag, Belanda.

Dari konferensi tersebut, Belanda bersedia mengakui kedaulatan RI dengan syarat Indonesia harus menanggung utang dari zaman pemerintahan Hindia Belanda sebesar USD1,13 miliar atau 4,3 miliar gulden.

Sebaliknya, pihak Indonesia hanya mau menanggung utang Belanda hingga Maret 1942, setelah berakhirnya masa Hindia Belanda bersamaan dengan datangnya Jepang. Hingga akhirnya disepakati Indonesia menanggung pembayaran utang pemerintah Hindia Belanda sebesar 1,13 miliar dolar AS.

Selanjutnya Soekarno gali lubang tutup lubang untuk membayar sebagian besar utang warisan utang Belanda dengan mengajukan pinjaman kepada negara-negara Blok Timur, seperti Uni Soviet dan para sekutunya. Kucuran pinjaman dari Uni Soviet dinikmati pada tahun 1959 sebesar USD12,5 juta yang dipakai untuk Stadion Gelora Bung Karno dan USD450 juta untuk pembelian peralatan Perang Trikora tahun 1960.

Selain dari Uni Soviet, Indonesia juga mendapat pinjaman dari US Exim Bank. Indonesia mendapat pinjaman sebesar USD6,9 juta untuk Semen Gresik, 5 juta dollar AS untuk pembelian pesawat Lockheed Electra, dan USD47,5 juta untuk Pusri dan PLTU di Surabaya tahun 1960.

Tak berhenti sampai disitu, selanjutnya pada periode 1964-1965, Indonesia berutang kepada International Monetary Fund (IMF). Namun, bulan Agustus 1965, Indonesia memutuskan untuk keluar dari IMF.

Saat era Soekarno berakhir, Orde Lama tercatat mewariskan utang luar negeri Indonesia sebesar USD2,4 miliar atau 29% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada waktu itu. Total utang tersebut adalah utang luar negeri Indonesia ke negara-negara maju.

Editor : Sulhanudin Attar

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network