Dirinya juga memprotes salah seorang terdakwa Tragedi Kanjuruhan yang dihadirkan secara online. Menurutnya, kebijakan itu melanggar Pasal 154 ayat (4) KUHAP.
"Terlebih lagi, pemerintah telah mencabut kebijakan pemberlakuan dan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada Desember 2022 lalu yang berarti tidak ada alasan hakim untuk dalam menghadirkan terdakwa secara online," katanya.
Keganjilan lain yang disorot Daniel dan rekan-rekannya yakni diterimanya anggota Polri sebagai penasihat hukum dalam persidangan pidana. Keputusan tersebut bertentangan dengan Pasal 16 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyatakan polisi tidak memiliki wewenang untuk melakukan pendampingan hukum di persidangan pidana.
Menurutnya, profesi yang berhak mengenakan atribut toga dan melakukan pendampingan hukum dalam persidangan pidana adalah seorang advokat.
"Anggota Polri tidak dapat menggunakan atribut atau toga advokat. Untuk menjadi advokat harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana sudah ditentukan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Sehingga kami menilai keputusan tersebut, telah merusak dan melecehkan sistem hukum yang berlaku," katanya.
Editor : Maulana Salman
Artikel Terkait