Semarang, iNewsSemarang.id- Kode batang atau Barcode terdiri atas bar dan spasi yang bisa terbaca oleh mesin. Kode-kode ini merepresentasikan angka dan karakter. Barcode pun memiliki ukuran lebar bervariasi yang membentuk sebuah pola.
Jika anda menemukan garis-garis tercetak pada bawah kemasan produk yang ada di tempat perbelanjaan, itulah yang disebut barcode. Sejarah penemuannya tak lepas dari tokoh Norman Joseph Woodland dan Bernarnd Silver, yang mematenkan Barcode pada tahun 1952 di Amerika Serikat.
Awalnya, barcode ini hasil perluasan kode morse yang menjadi batang tipis dan tebal. Perlu waktu lebih dari 20 tahun hingga barcode berfungsi semestinya pada tahun 1932.
Penyempurnaan sistem pembaca kode batang pada kereta dengan kecepatan 160 km/jam dilakukan oleh British Railway, sebagaimana yang tertulis dalam majalah Inggris Modern Railway edisi Desember 1962 halaman 387-389.
Penggunaan Barcode dalam lingkup industry pertama kali disponsori oleh Asosiasi Kereta Api Amerika pada akhir 1960-an. Skema ini menempatkan garis-garis warna dengan beragam kombinasi pada pelat baja yang ditempel pada sisi gerbong kereta api.
Karena sistem tersebut tak bisa digunakan dalam jangka panjang, proyek ini ditinggalkan. Namun, barcode sukses digunakan untuk mengotomatiskan sistem pembayaran di supermarket.
Tahun 1973, George Lurer mengembangkan batang vertikal sebagai model baru barcode yang sebelumnya berbentuk melingkar, desain ini dinilai lebih baik.
Penggunaan barcode pertama kali diterapkan oleh supermarket Sains’bury dengan sistem yang dikembangkan oleh Plessy, pada 1973. Tahun berikutnya, 1974 bulan Juni, supermarket di Troy, Ohio menggunakan pemindai barcode pada sebungkus permen karet Wrigsley’s.
Seiring meningkatnya smartphone Barcode mengalami perkembangan pesat hingga akhirnya berubah menjadi model 2D, berupa kode QR. Barcode terdiri oleh garis dengan lebar berbeda untuk merepresentasikan 12 atau 13 digit angka.
Editor : Maulana Salman
Artikel Terkait