Aura lahir pada 30 Maret 2003 dalam kondisi prematur di usia 6 bulan dan dirawat di inkubator selama 39 hari. Setelah membaik, dokter mengizinkan orang tua Aura untuk membawanya pulang. Namun, saat usianya 6 bulan, ada hal yang tak biasa yang terjadi pada Aura kecil itu.
Menurut Elis, saat itu pengasuh Aura menyebut Aura tidak merespons mainan yang diberikan. "Saya bawa ke rumah sakit katanya harus dioperasi matanya katarak. Saya bawa juga ke Penang di sana dibilang syaraf matanya putus, jadi nggak bisa diapa-apain. Papanya bilang mau ganti mata tapi nggak bisa," ujar Elis sambil meneteskan air mata.
Elis dan suami tak patah arang. Mereka terus mencoba berbagai pengobatan agar anak semata wayangnya sembuh. Selama tiga tahun mereka mencari pengobatan, bahkan hingga ke Singapura.
"Sama ayahnya (Aura) dibawa ke rumah sakit di Singapura sama dokternya bilang syaraf matanya putus, nggak bisa diapa-apain," katanya. Elis yang masih diselimuti kesedihan kala itu keluar ruang dokter dengan langkah lunglai. Sesaat kemudian dia melihat ada anak kecil yang dirawat dengan kondisi tunanetra dan terbaring di kasur roda.
"Begitu saya keluar dari ruang dokter saya lihat ada anak tunanetra. Dia sininya (leher) dibolongi, terbaring di kasur roda, pakai infus. Di situ saya langsung merasa bersyukur anak saya meski tunanetra masih bisa lari-lari. Sesusahnya saya masih ada yang lebih susah, di situ papanya dan saya bisa menerima keadaan anak saya," katanya.
Peristiwa itu merupakan titik balik Elis dan suaminya. Mereka bertekad untuk membesarkan Aura dengan baik. "Saya membesarkan aura seperti orang tua lainnya," ujarnya.
Meski kadang ada saja pandangan negatif orang ke Aura, tetapi Elis tak ambil pusing. "Tantangannya itu kadang-kadang saya pergi ke mal, pandangan orang-orang ke Aura itu gimana. Tapi saya bilang kalau mereka bisa saya juga bisa (mendidik Aura)," ungkap Elis.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait