SEMARANG, iNewsSemarang.id - Sejumlah fakta mengejutkan terungkap dalam kasus kematian dr. Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Meninggalnya dokter Aulia Risma yang diduga bunuh diri menjadi sorotan publik. Berbagai fakta baru mencuat tentang praktik perundungan di kampus Undip. Berikut fakta-faktanya:
1. Perundungan Sudah Puluhan Tahun
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, praktik-praktik perundungan di Undip Semarang, terjadi sejak lama. "Perundungan ini sudah puluhan tahun, tidak pernah bisa diselesaikan secara tuntas, karena memang kurang komitmen dari para stakeholder. Saya sendiri sejak menjabat ini kali ketiga (perundungan)," ujarnya.
2. Korban Dirundung Secara Fisik dan Mental
Menurut Menkes, kasus perundungan yang dilakukan di Undip sudah keterlaluan. Sebab, korban selain dirundung secara fisik dan mental juga dimintai uang yang cukup besar.
"Perundungan ini sudah keterlaluan dan itu benar-benar dirundung secara fisik dan mental," katanya.
3. Pemalakan hingga Puluhan Juta Rupiah
Dokter Aulia Risma Lestari nekat mengakhiri hidup karena aksi perundungan. Jubir Kemenkes RI, Mohammad Syahril membagikan update proses investigasi dugaan bunuh diri yang dilakukan dokter Aulia. Dalam proses investigasi, ditemukan mental dokter Aulia yang merasa stres karena dipalak hingga Rp40 juta untuk memenuhi kebutuhan senior. "Dan sudah saatnya praktik-praktik seperti ini tidak ada lagi di dunia pendidikan apalagi di dokter spesialis kita," ujarnya.
“Kami menemukan adanya dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam program tersebut kepada almarhumah Risma. Permintaan uang ini berkisar antara Rp20 – Rp40 juta per bulan,” ujar dr Syahril dalam keterangan resminya, Minggu 1 September 2024.
4. Faktor Diduga Jadi Pemicu Awal Dokter Aulia Alami Tekanan
Menurut kesaksian, almarhum dokter Aulia ditunjuk sebagai saksi angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya. Selain itu, dia menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan non-akademik antara lain, membiayai penulis lepas untuk membuat naskah akademik senior, menggaji office boy (OB), dan berbagai kebutuhan senior lainnya.“Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu,” kata dr Syahril.
5. Ada Pelecehan Seksual
Menkes mengungkap bukan hanya perundungan yang terjadi di Undip. Namun, ada sexual harrasment hingga pemalakan uang. "Perundungan ini sudah keterlaluan dan itu benar-benar dirundung secara fisik dan mental. Kemudian, ada sexual harrasment juga, diminta uang juga, menurut saya sudah keterlaluan dan puncaknya pada saat kemarin akhirnya ada yang tidak tahan, akibatnya meninggal," kata Menkes.
6. Dokter Aulia Pengelola Iuran Teman Seangkatan
Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) Zainal Muttaqin semasa di PPDS Aulia memang ditugasi sebagai pengelola iuran dari teman-teman seangkatan. Uangnya digunakan untuk makan mahasiswa PPDS Anestesi.“Si Risma kebetulan pengelola, penanggung jawab angkatan, mengumpulkan uang sebesar Rp30juta per bulan dari teman-temannya (seangkatan) bukan untuk seniornya, tetapi untuk uang makan mereka sendiri,” katanya.
7. Pengumpulan Iuran untuk Kebutuhan Makan
Zaenal Muttaqin menjelaskan, uang puluhan juta rupiah itu merupakan iuran mahasiswa semester pertama. Mereka iuran Rp3juta per bulan selama 1 semester. Dia menyebut penerimaan PPDS FK Undip dilakukan tiap semester, bukan setiap tahun. “Jadi mereka yang semester 1 iuran, ada 10 sampai 12 orang. Tiap bulan Rp3juta, untuk biaya makan 84 orang, itu hanya dilakukan selama 1 semester atau 6 bulan. Satu angkatan (yang iuran) bukan per orang,” ungkapnya. Teknis pengumpulan seperti itu untuk membeli kebutuhan makan, sebutnya, dokter residen memiliki jadwal yang sangat padat. Tidak semuanya bisa istirahat di waktu yang bersamaan.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait