Sebab, Indonesja memiliki tarif lebih rendah dari beberapa negara peers seperti Vietnam (46%), Banglades (37%), dan Kamboja (49%).
Selain itu, Indonesia juga dinilai memiliki fleksibilitas yang lebih besar untuk menyeimbangkan Neraca Perdagangan dengan AS melalui peningkatan impor barang dari AS.
"Dengan surplus yang kecil dan ketergantungan yang rendah, Indonesia berada dalam posisi yang lebih aman dan strategis untuk memperkuat kerja sama dagang dengan AS," ucap Airlangga.
Ke depan, berbagai kebijakan jangka menengah juga telah disiapkan Pemerintah mulai dari penciptaan lapangan kerja melalui penguatan industri padat karya, optimalisasi DHE SDA (devisa hasil ekspor sumber daya alam) dan implementasi kegiatan usaha bank emas, hingga membuka peluang pasar di 83% dalam perdagangan global.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Prabowo Subianto saat menyampaikan arahan juga menekankan bahwa meski kebijakan tarif tersebut menjadi tantangan bagi perekonomian, namun seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) terkait perlu bekerja sama untuk mengatasi dampak kebijakan tersebut.
Dirinya memandang negara-negara ekonomi yang terkuat membuat kebijakan-kebijakan memberi peningkatan tarif yang begitu tinggi kepada banyak negara ini bisa dikatakan menimbulkan ketidakpastian dunia.
"Saya bertahun-tahun saya sudah ingatkan mari kita bangun ekonomi kita dengan sasaran berdiri di atas kaki kita sendiri,” terang Presiden RI Prabowo Subianto.
(Arni Sulistiyowati)
Editor : Maulana Salman
Artikel Terkait