Simak! Ini Penjelasan Mensos Soal 8,2 Juta Penerima PBI JKN Dicoret

Binti Mufarida
Mensos Saifullah Yusuf mengungkapkan sebanyak 8,26 juta PBI JKN dinonaktifkan pada Mei-Juni 2025. (Foto: Dok. Kemensos)

JAKARTA, iNewsSemarang.id - Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf akhirnya buka suara terkait hebohnya kebijakan sebanyak 8.261.801 peserta penerima bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) dinonaktifkan periode Mei-Juni 2025. Menurut Gus Ipul, mereka dicoret karena dianggap telah mampu secara ekonomi dan tidak lagi memenuhi kriteria sebagai penerima bantuan sosial.

“Total yang dikeluarkan Mei-Juni, 8.261.801 juta lebih penerima PBI. Mereka yang dikeluarkan digantikan oleh mereka yang berada di Desil 1, khususnya yang miskin ekstrem dan miskin,” ujar pria yang akrab disapa Gus Ipul dalam keterangannya, Rabu (16/7/2025).

Gus Ipul menegaskan pentingnya penggunaan data tunggal dalam penyaluran bantuan sosial, terutama untuk peserta PBI JKN. 

“Banyaknya bansos tidak tepat sasaran, hulunya adalah data yang tidak sinkron antar kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Maka kemudian terbit Inpres Nomor 4 Tahun 2025, karena data tunggal, yang memproses dan menentukan ya tunggal hanya BPS,” tuturnya.

Dengan terbitnya Inpres tersebut, kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah berkewajiban mendukung pemutakhiran data yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). 

“Apakah data hari ini sudah sempurna? Belum. Tapi kita sudah sepakat memulainya bersama,” ucapnya.

Salah satu konsekuensi penerapan Inpres 4/2025 adalah penonaktifan lebih dari 8 juta data penerima PBI. Gus Ipul menegaskan bahwa meskipun jumlah tersebut besar, kuota tidak dikurangi, melainkan dialihkan ke penerima yang lebih berhak.

“Kuota tetap. Tapi dialihkan kepada penerima manfaat yang kami anggap lebih berhak daripada 7 juta sebelumnya,” kata dia.

Langkah tersebut diambil berdasarkan verifikasi lapangan atau ground check yang dilakukan Kementerian Sosial bersama BPS. 

“Apa pertimbangannya? Pertama hasil ground check kami. Kami turun ke lapangan dengan SDM yang kami miliki bersama BPS kepada penerima-penerima manfaat ini. Maka kemudian, ada 2 juta lebih ternyata dia sebenarnya tidak berhak menerima PBI,” ujar Gus Ipul.

Selain itu, pemeringkatan melalui sistem desil DTSEN juga menjadi dasar penilaian. 

“Kita lihat satu persatu desil 1 sampai 4. Tapi desil 5 dan seterusnya kita anggap tidak layak mendapatkan PBI. Maka kemudian jumlahnya ketemu 7 juta lebih, tambahan 800.000 jadi 8 juta lebih sekarang (tidak layak PBI),” tuturnya.

Gus Ipul menekankan, proses pemutakhiran bukan tanpa kekurangan. Oleh karena itu, pemerintah membuka ruang reaktivasi bagi masyarakat yang merasa layak menerima PBI.

Proses reaktivasi dibuka melalui dua jalur: formal dan partisipatif. Jalur formal dilakukan lewat RT/RW, kelurahan, Dinas Sosial, dan disahkan oleh kepala daerah. Sementara jalur partisipatif bisa diakses melalui aplikasi Cek Bansos, yang memungkinkan masyarakat mengajukan usulan atau sanggahan secara mandiri.

“Dengan menyertakan beberapa hal yang diperlukan supaya kita bisa verifikasi. Ada 39 pertanyaan yang bisa dijawab, untuk kemudian disesuaikan dengan kriteria BPJS. Usul sanggah ini akan diproses sampai ke BPJS, tetapi akhirnya yang menentukan adalah BPJS,” ujarnya.

Editor : Arni Sulistiyowati

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network