SALAT Jumat yang dilaksanakan satu kali setiap pekan hukumnya wajib bagi setiap muslim. Namun tak jarang yang meninggalkannya karena berbagai alasan, dan bahkan menyepelekannya. Padahal hukum meninggalkan salat Jumat sangat jelas dan ancamannya sangat berat.
Alkisah, di masa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam (SAW), seorang lelaki yang sudah tua harus dibopong ke masjid sampai ia berdiri di tengah-tengah shaf. Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu (RA) berkata, "Sungguh aku telah menyaksikan, bahwasanya kami tidak seorang pun yang ketinggalan salat berjamaah, kecuali ia seorang munafik yang sudah jelas kemunafikannya.
Begitu hebatnya perhatian para sahabat terhadap salat berjamaah. Kalau ancaman keras ditujukan bagi yang meninggalkan salat berjamaah, lalu bagaimana dengan orang yang meninggalkan Salat Jumat atau Sholat Jumat yang hukumnya fardhu 'ain?
Hukum dan ancaman meninggalkan Salat Jumat atau Sholat Jumat
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ
"Siapa yang meninggalkan salat Jumat tiga kali berturut-turut dengan meremehkannya, maka Allah tutup hatinya." (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan An-Nasai).
Menurut Habib Ahmad bin Novel bin Jindan (Pengasuh Al-Hawthah Al-Jindaniyah) yang menukil kalam Al-Allamah Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad menyebutkan, apabila meninggalkan salat Jumat karena udzur (berhalangan), kalau udzurnya benar, ia telah gugur kewajibannya. Namun pahalanya tidak dapat diperoleh kecuali jika perbuatan itu dikerjakan.
Terkadang pahala bisa diperoleh bagi orang yang sama sekali tidak hadir karena benar-benar uzur. Seperti uzur buang-buang air tiada henti-hentinya atau dipenjara secara zalim dan lain sebagainya. Ataupun orang yang berhalangan karena merawat orang sakit. Orang semacam ini, apabila berhalangan disertai perasaan sedih dan penyesalan karena tidak bisa Salat Jumat maka tetap akan mendapatkan pahalanya.
Sesungguhnya seorang mukmin yang sempurna tidak akan meninggalkan apapun yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah Ta'ala. Namun hal ini jarang sekali ditemui. Karena itu, di kalangan auliya Allah, mereka mau menanggung beban melakukan perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah yang tidak bisa dipikul oleh gunung yang kokoh.
Adapun orang-orang yang lemah imannya, sedikit keyakinannya, kurang makrifatnya kepada Allah tidak peduli meninggalkan apa yang Allah wajibkan baginya, kecuali hanya untuk menggugurkan kewajiban saja.
Sebagaimana firman Allah:
ولكل درجات مما عملوا وليفيهم أعمالهم وهم لا يظلمون
"Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan. Dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan." (QS. Al-Ahqaaf ayat 19).
Editor : Sulhanudin Attar