get app
inews
Aa Read Next : Sederet Alasan Tak Dipakainya Bahasa Jawa sebagai Bahasa Nasional

10 Contoh Teks Eksplanasi tentang Fenomena Alam, beserta Penjelasan Strukturnya

Minggu, 04 September 2022 | 10:33 WIB
header img
Contoh teks eksplanasi tentang fenomena alam lengkap dengan penjelasan strukturnya. Foto Istimewa

Contoh teks eksplanasi tentang fenomena alam dapat menjadi acuan bagi para siswa dalam menyusun karya tulis ataupun sebagai referensi memahami pelajaran bahasa Indonesia.

Sebelum ke pembahasan contoh teks eksplanasi, secara sederhana teks eksplanasi diartikan sebagai teks yang menerangkan proses terjadinya sebuah peristiwa dengan sejelas mungkin.

Teks eksplanasi mempunyai kaidah kebahasaan yang relatif berbeda dengan teks jenis lainnya. Cara mudah untuk mengenalinya, teks eksplanasi memakai konjungsi atau kata penghubung kausalitas seperti sebab, karena, oleh sebab itu, oleh karena itu, sehingga dan lain sebagainya. Selain itu, teks jenis ini memakai konjungsi kronologis atau keterkaitan waktu, semisal kemudian, lalu, setelah itu, pada akhirnya dan sebagainya.

Dilansir dari berbagai sumber, berikut beberapa contoh teks eksplanasi fenomena alam, lengkap dengan penjelasan strukturnya.

Pengertian Teks Eksplanasi

Merujuk pada Jurnal Linguistik, Sastra, dan Pendidikan (2019) oleh Bukhori Muslim, teks eksplanasi merupakan teks yang mengandung penjelasan tentang proses yang berhubungan dengan fenomena alam, sosial, ilmu budaya dan yang lainnya. Teks ini juga dimaknai sebagai teks yang menjelaskan tentang proses atau sebab akibat terjadinya suatu peristiwa atau fenomena alam dan sosial.

Melalui teks eksplanasi kita dapat memberikan penjelasan mengenai sebab akibat terjadinya sebuah bencana. Teks eksplanasi juga dapat menjadi literasi mitigasi bencana demi memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada peserta didik dan masyarakat mengenai bagaimana menghadapi bencana.

Contoh Teks Eksplanasi Fenomena Alam lengkap dengan penjelasan strukturnya

1. Contoh Teks Eksplanasi tentang Kemarau

Kemarau

[Pernyataan Umum]

Musim kemarau identik dengan musim kering dan langka air. Negara Indonesia memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau merupakan musim antara bulan April – Oktober. Kemarau tahun ini terpantau lebih kering dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya akibat adanya El-Nino. Situasi itu juga meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan, kelangkaan sumber air, serta memperparah polusi udara di sejumlah kota besar. Sejumlah daerah terpantau mengalami kekeringan parah, padahal musim kemarau belum mencapai puncak. Namun sejak bulan Juni, kekeringan sudah melanda sejumlah daerah.

[Urutan Sebab Akibat]

Penduduk sulit mencari sumber air bersih, sawah kering, serta debit air sungai dan waduk pun surut. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), wilayah yang telah mengalami kekeringan, yaitu sejumlah wilayah di Jawa dan Madura bagian selatan. “Masyarakat diimbau waspada dan berhati-hati terhadap kekeringan yang bisa berdampak pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan, berkurangnya ketersediaan air tanah dan kebakaran lahan,” kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal. Kebakaran hutan dan lahan telah terjadi di sejumlah daerah di Sumatera dan Kalimantan. Cuaca yang panas membuat proses pemadaman kian sulit. Di Aceh misalnya, sedikitnya 39,5 hektar lahan terbakar, beberapa diantaranya adalah lahan gambut yang telah ditanami sawit warga. Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Blang Bintang, Zakaria Ahmad mengatakan, angin yang berhembus kencang juga mempercepat pergerakan api. Dari data Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana Provinsi Kalteng menunjukkan sedikitnya terjadi 64 kejadian kebakaran sejak Januari. Dari 64 kejadian itu terdapat 112,4 hektar hutan dan lahan terbakar. Di Desa Sungai Segajah Jaya, Rokan Hilir, Riau, lahan seluas 60 hektar terbakar. Di Jambi, lebih dari 45 hektar lahan terbakar dan lebih dari 77 persen di kebun masyarakat serta sisanya di hutan.

[Interpretasi]

Ancaman kebakaran, terutama di Kabupaten Merangin dan Batanghari, meningkat. “Daerah-daerah itu tidak diguyur hujan selama 21-30 hari,” kata Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Sultan Thaha Jambi Kurnianingsih. Badan Nasional Penanggulangan Bencana memfokuskan upaya antisipasi kebakaran lahan di enam provinsi dengan kawasan gambut yang luas. Provinsi tersebut adalah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
(Sumber: Kemendikbud)

2. Contoh Teks Eksplanasi tentang Tsunami

Tsunami

[Pernyataan Umum]

Tsunami adalah istilah yang berasal dari Jepang, terdiri atas dua kata tsu dan name yang berarti ‘pelabuhan’ dan ‘gelombang’. Para ilmuwan mengartikannya sebagai gelombang pasang atau gelombang laut akibat gempa. Tsunami adalah gelombang laut besar yang datang dengan cepat dan tiba-tiba menerjang kawasan pantai.

[Urutan Sebab Akibat]

Gelombang tersebut terbentuk akibat dari aktivitas gempa atau gunung merapi yang meletus di bawah laut. Besarnya gelombang tsunami menyebabkan banjir dan kerusakan ketika menghantam daratan pantai Pembentukan tsunami terjadi saat dasar laut permukaannya naik turun di sepanjang patahan selama gempa berlangsung. Patahan tersebut mengakibatkan terganggunya keseimbangan air laut. Patahan yang besar akan menghasilkan tenaga gelombang yang besar pula. Beberapa saat setelah terjadi gempa, air laut akan surut. Setelah surut, air laut kembali ke arah daratan dalam bentuk gelombang besar. Selain itu, pembentukan tsunami juga disebabkan oleh letusan gunung merapi di dasar lautan. Letusan tersebut menyebabkan tingginya pergerakan air laut atau perairan di sekitarnya.

[Interpretasi]

Semakin besar tsunami, makin besar pula banjir atau kerusakan yang terjadi saat menghantam pantai. Tsunami memang telah menjadi salah satu bencana yang menyebabkan kerusakan besar bagi manusia. Kerusakan terbesar terjadi saat tsunami tersebut menghantam pemukiman penduduk sehingga menyeret apa saja yang dilaluinya. Oleh sebab itu, kita harus selalu waspada dan mempersiapkan diri menghadapi bencana ini. Namun, kita tidak perlu terlalu khawatir karena tidak semua tsunami membentuk gelombang besar. Selain itu, tidak semua letusan gunung berapi atau gempa yang terjadi diikuti dengan tsunami.
(Sumber: Kemendikbud)

Editor : Sulhanudin Attar

Follow Berita iNews Semarang di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut