JAKARTA, iNews – Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) secara resmi telah disahkan dalam rapat paripurna DPR RI yang digelar hari ini, Selasa (18/1/2022). Mayoritas Fraksi menyepakati pengesahan RUU IKN menjadi Undang-Undang, hanya PKS satu-satunya fraksi yang secara tegas menolak.
Penolakan Fraksi PKS didasari atas pertimbangan bahwa pemindahan ibu kota akan membebani kondisi keuangan negara di tengah masa sulit akibat pandemi Covid-19.
"Saat ini kondisi ekonomi negeri kita masih dalam keadaan sulit dan belum pulih, masyarakat dan bangsa kita masih berjuang melawan COVID, krisis yang terjadi mengakibatkan banyak rakyat kita kehilangan pekerjaan dan angka kemiskinan bertambah," kata anggota Fraksi PKS Hamid Noor Yasin dalam interupsi di rapat paripurna, Selasa (18/1/2022).
Hamid lantas mengungkit utang negara yang tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan pemindahan ibu kota. Oleh karena itulah, dia menilai pemindahan ibu kota membebani keuangan negara.
"Di awal tahun ini juga marak naiknya kebutuhan pokok masyarakat, Menkeu juga mencatat utang pemerintah sebesar Rp 6.687,28 triliun, setara dengan 39,69 persen produk domestik bruto, sedangkan kebutuhan anggaran untuk IKN, diperkirakan kurang lebih Rp 406 triliun," ujarnya.
Lebih lanjut, Hamid menyebut pembahasan RUU IKN terkesan buru-buru. PKS menilai draf RUU IKN berpotensi masalah, baik formil maupun materiil.
Namun, penolakan dari Fraksi PKS tidak menghalangi Ketua DPR RI, Puan Maharani, untuk melanjutkan agenda rapat paripurna. Interupsi yang disampaikan anggota PKS dalam rapat itu pun ditolak. Ketua DPR tetap melanjutkan pengambilan suara untuk penetapan RUU IKN menjadi UU.
"Karena sembilan fraksi satu yang tidak setuju, artinya bisa kita sepakati delapan fraksi setuju dan [UU IKN] kita bisa setujui," ujarnya.
Sementara itu, Fraksi Demokrat meski menerima pengesahan RUU IKN menjadi Undang-Undang, memberikan sejumlah catatan. Anggota Fraksi Demokrat Suhardi Duka dalam interupsi di rapat paripurna meminta pemerintah untuk memprioritaskan kebutuhan masyarakat. Mulai dari fasilitas sosial, transportasi, hingga kesehatan.
Selain itu juga mengingatkan pentingnya perencanaan lingkungan yang matang. Dia mewanti-wanti jangan sampai lingkungan yang ada jadi rebutan beberapa pihak.
"Di lain sisi, kawasan hutan ratusan ribu hektare akan berubah fungsi jadi kawasan pemukiman, dengan demikian rencana lingkungan yang matang dan teliti jadi substansi, jangan sampai mengubahnya kawasan hutan 258 ribu hektare yang di dalamnya punya potensi kayu, tambang, dan lain-lain, menjadi rebutan para pihak yang justru akan merusak lingkungannya," ujarnya.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah berhati-hati agar tujuan pembangunan ibu kota baru untuk kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.
Editor : Sulhanudin Attar