SEMARANG. iNewsSemarang.id - Bagi mahasiswa UIN Walisongo Semarang, Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Tugurejo Tugu sudah sangat dikenal. Banyak mahasiswa memilih salah satu pesantren tertua yang berada di dekat UIN Walisongo itu ini sebagai tempat tinggal selama belajar di perguruan tinggi keagamaan tersebut.
Meski kini banyak bermunculan pesantren mahasiswa baru, namun Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu yang dikenal sebagai PPRT (akronim dari nama pesantren tersebut) tetap diperhitungkan dan menjadi pilihan utama para mahasiswa UIN Walisongo Semarang.
Namun tidak banyak yang mengetahui fakta-fakta tentang Pesantren Raudlatut Thalibin, berikut beberapa fakta pesantren mahasiswa yang terletak di jalur Pantura Semarang-Jakarta itu, dirangkum dari berbagai sumber.
Awalnya pesantren untuk siswa SMP
Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu sebenarnya desain awalnya bukanlah pesantren mahasiswa seperti saat ini, kala itu para penggagas mendirikan pesantren untuk siswa, mengingat berlokasi dekat dengan SMP Hasanuddin 6 Tugurejo.
Anasom, ketua Tanfidziyah PCNU Kota Semarang yang merupakan alumni Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu mengungkapkan, proyeksi pesantren yang awalnya untuk siswa berubah menjadi pesantren mahasiswa, karena lokasinya yang berdekatan dengan UIN Walisongo.
Anasom, salah satu alumni PPRT berpose dengan KH. Mustaghfirin saat keduanya bertemu di Mekkah. Foto ist.
“Semula dalam rangka menyediakan asrama untuk para siswa LP Maarif SMP Hasanudin 6 yang terletak di Tugurejo. Namun karena posisi yang berdekatan dengan kampus IAIN Walisongo, sekarang menjadi UIN Walisongo, lambat laun banyak para mahasiswa yang berminat masuk ke PPRT,” ujar Anasom.
Maka sejak awal setelah gedung jadi, banyak mahasiswa yang masuk ke PPRT. Beberapa mahasiswa yang semula kost di sekitar Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu, memilih pindah menjadi santri disini.
Selain itu, ada yang ada juga yang tetap berada kost namun mengikuti kegiatan di pondok pesantren.
2. Berawal hanya 25 santri, ada yang dipercaya mengajar sesama santri
Setelah bangunan Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu rampung pendirian bangunannya pada tanggal 24 Mei 1984 (21 Sya’ban 1404 H), para mahasiswa UIN Walisongo banyak yang masuk pondok pesantren Raudlatut Thalibin.
Pada awal berdiri, jumlah santri pesantren mahasiswa tersebut kurang lebih sekitar 25 orang. Para santri Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu itu menempati bangunan satu lantai dengan dua ruangan besar, yang disekat menjadi 8 kamar santri.
Santri-santri awal tersebut, mengaji kepada pengasuh pesantren yaitu KH. Asyikin, KH. Mustaghfirin, dan KH. Abdul Kholik. Selain itu, sebagian santri yang dipandang mampu juga didaulat menjadi guru bagi santri sebayanya,mengingat sebagian dari mereka masuk ke pesantren telah memiliki bekal ilmu dari pesantren lain sebelum ke Semarang.
Para santri senior mengajar para santri yunior dan anak anak SMP Hasanudin, dengan rujukan kitab kitab seperti tajwid, jurumiyah, sorof dan sebagainya. Adapun pengajian bersama Pengasuh rujukan kitabnya adalah Tafsir Jalalain, Riyadussalihin, Asybah Wan Nadloir, Bulughul Marom, Taqrib, Kifayatul Ahyar, Nadhom maqsud, Nihayatuz Zain.
3. Terletak di bawah Candi Tugu
Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu memiliki yang terletak di belakang Masjid Jami’ Al Amin Tugurejo juga berada di bawah bukit yang terdapat Candi Tugu.
Bukit yang terdapat Candi Tugu tersebut, secara turun temurun menurut warga sekitar disebut berkaitan dengan perbatasan Kerajaan Majapahit-Pajajaran. Di sekitar Candi Tugu juga terdapat monumen yang berbahasa Belanda.
Para santri Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu bisa setiap saat melihat view candi tersebut karena lokasinya sangat berdekatan. Tak jarang beberapa santri memanfaatkannya sebagai tempat olahraga karena lokasinya terbuka dan berkontur naik turun.
4. Diprakarsai tokoh setempat dan Ulama PWNU Jateng
Almarhum KH Zaenal Asyikin, pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu yang haulnya diperingati setiap Rabiul Awal. Foto ist.
Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu yang mulai dibangun didirikan pada tahun 1983 merupakan inisiatif para tokoh dan kiai di Kelurahan Tugurejo Tugu Semarang.
Awalnya, keinginan supaya ada pondok pesantren di Tugurejo merupakan inisiasi oleh KH. Sambudhi (wafat 1967), namun keinginan kyai tersebut baru terealisasi oleh putranya, KH Zaenal Asyikin, yang selanjutnya menjadi pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu dan diperingati haulnya setiap bulan Rabiul Awal,
Disebutkan juga, tokoh yang ikut memberikan dorongan prakarsa ini adalah ulama sepuh alm. KH. Achmad Abdul Hamid Kendal, salah seorang ulama yang cukup disegani dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah, kala itu.
Tanahnya merupakan tanah wakaf dari KH. Abdul Qodir, ibu 'Alimah Hj sholeh serta ibu Hj qomariyah H Muh Anwar (ibu dari KH. Mustaghfirin, salah satu pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu). Sedangkan pembangunan gedung ini atas biaya dr ibu Hj. Khotijah binti Abdul basyir.
5. Santri pertama juga jadi lurah pesantren pertama
Mahasiswa pertama yang mendaftar sebagai adalah santri Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu adalah Nur Mustofa. Selain sebagai pendaftar nomor 1, pria yang kini ASN dan ulama di Kalimantan tersebut saat itu juga diamanahi sebagai pemimpin santri atau lurah pertama di Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu.
Rata-rata lurah Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu kini menjadi tokoh masyarakat dan ulama, seperti lurah periode kedua, Drs. KH. Ghufron, merupakan ulama dan mubaligh masyhur di Jawa Tengah.
Secara berurutan, para lurah pondok yang pernah memimpin santri Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu pada tahun-tahun awal berdirinya pesantren adalah sebagai berikut KH.Drs. Nur Mustofa, KH. Drs. Ghufron, KH. Drs Ahmad Fadhil, K. Ahmad Fatoni, K. Mujiono dan K. Mahfudz.
6. Alumni tersebar se-Indonesia, dari ulama hingga professor
Sebagian alumni Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu saat acara reuni dan Haul. Foto ist.
Alumni Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu tersebar ke seluruh penjuru Indonesia, dari Sabnag hingga Merauke. Meski di pesantren dengan kesederhanaan, namun kini banyak diantara mereka yang menjadi tokoh dan ulama.
Diantara alumni bahkan ada yang menjadi ulama Malaysia, yaitu H. Ahmad Fathony. Berbekal ilmu dari Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu dirinya dipercaya menjadi panutan masyarakat di negeri jiran tersebut.
Sebaran alumni merata Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu di berbagai bidang, tak hanya bidang kemasyarakatan dan keagamaan, ada yang menempati pos-pos strategis di pemerintahan, pengusaha dan akademik.
Pada pos akademik, baru-baru ini juga ada alumni yang menyandang gelar profesor yaitu Prof. Dr. Ikhrom, M,Ag, guru besar ilmu pendidikan agama UIN Walisongo Semarang.
Itulah 6 Fakta Pesantren Raudlatut Thalibin Tugu, Pesantren Mahasiswa Tertua Dekat UIN Walisongo.
Editor : Miftahul Arief