Kedua, kepedulian dan kebersamaan warga Kota Semarang yang berbeda-beda etnis, budaya dan agama dalam merayakan tahu baru warga Tionghoa ini menegaskan posisi Semarang sebagai miniatur Indonesia. Menurutnya, warga dengan beragam latarbelakang itu memiliki pemikiran yang sama sebagai satu keluarga besar warga negara Indonesia yang ada di Kota Semarang.
“Saya tegaskan, di sini tidak ada istilah mayoritas dan minoritas. Semua warga punya hak yang sama, termasuk merayakan hari besarnya, dan satu sama lain saling menghargai. Bahkan bisa saling nyengkuyung bareng, seperti pada momen Imlek ini,” tegas Hendi.
Mas Hendi, sapaan akrab Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, menyampaikan terima kasih atas terselenggaranya perayaan imlek tahun 2022 di kawasan Pecinan Semarang, yang digelar secara sederhana dan penuh keakraban. Foto: Istimewa
Berkat kebersamaan itulah, kata Hendi, Kota Semarang bisa terus berbenah dan bisa menjadi seperti sekarang. Tanpa semangat gotong royong, dalam istilah Hendi semua ikut nyengkuyung bareng, Hendi pesimis Semarang bisa menjadi seperti sekarang.
“Situasinya memang memerlukan konsep gotong royong, bergerak bersama. Mari kemudian kita saling mengisi. Kita harus bisa menjaga keseimbangan, kombinasi harus kita mainkan dengan baik,” pungkas Hendi.
Dirinya juga berharap di tahun baru Imlek 2573 ini, kasus Covid-19 terutama dengan varian barunya Omicron bisa terkendali. Sehingga, dengan masyarakat yang semakin sehat, ekonomi dapat tumbuh lebih baik dan masyarakat bisa hidup lebih sejahtera.
Editor : Sulhanudin Attar