“Kemudian saya dimutasi di SMP 38 di bubakan, selama sekitar 5,5 tahun, pada tahun 2018 sampai 2024 mengabdi di SMPN 27. Sehingga sampai saya pensiun, nanti masa kedinasan 34 tahun, masa kerja kepala sekolah 14 tahun di 3 SMP definitif. Jadi guru 20 tahun. Juga pernah jadi Plt SMPN 17, Plh di SMPN 33,” sebutnya.
Pada 1 April 2024, Pak Umar harus mengakhiri kiprah saya sebagai PNS selama 34 tahun mengabdi. Dia mengungkapkan bahwa dulu awalnya tak punya gambaran sebagai seorang guru. Dia lebih menyukai hukum. “Waktu itu saya nonton tokoh-tokoh hukum, seperti Adnan Buyung Nasution, M Assegaf dan sebagainya, itu kan tokoh hebat pendekar hukum,” ujar pecinta makanan tradisional food ini.
Dia juga menceritakan jika dirinya juga sempat daftar di perguruan tinggi. Namun saat ikut seleksi di PTN ternyata tak lolos. “Saya ikut tes (dulu PP1 PP 4/keguruan). Pada saat mau masuk ke IKIP, saya sempat bingung saat ambil formulir mau ambil jurusan apa karena kalau saya mengambil olahraga, tapi gak bisa berenang, saya takut bayangan itu,” kata Umar.
“Akhirnya saya pindah jurusan, saya ambil sejarah. Waktu itu sudah bayar uang kuliah PTS, waktu itu dibayar 50 persen. Tapi kakak ipar saya datang ke rumah menyampaikan ke bapak saya, saran pilih keguruan, kakak guru. Saya melihat ke bapak saya. Akhirnya saya mundur dari swasta. Akhirnya saya ke IKIP (sekarang Unnes) Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial jurusan Sejarah masuk tahun 1983. Tahun 1987 lulus lalu mengajar di sekolah swasta,” ceritanya.
Umar mengaku selama menjalani profesi sebagai guru cukup menyenangkan karena selalu ada yang baru. “Sejak jadi guru baik swasta maupun negeri tetap konsisten, tidak pernah terpengaruh dengan kondisi lingkungan yang ada. Rata-rata anak yang saya ajar dari dulu sampai sekarang katanya saya disiplin tapi juga humanis,” tegasnya.
“Keseharian saya berangkat pagi, memperhatikan penampilan anak-anak dari ujung rambut sampai kaki, kalau rambut panjang tak rangkul, kalau ga pakai dasi saya ingatkan, kalau ga pakai seragam. Bahkan tali sepatu pun juga saya perhatikan, tanpa menggunakan Tindakan bersifat kekerasan. Hal seperti meninggalkan kesan ke siswa,” ujar Umar yang memiliki motto hidup harus dinikmati dengan bahagia.
Dia mencontohkan ketia dia pernah ditelepon bekas muridnya. “Ada murid saya (30 tahun lalu) menelepon saya untuk ditraktir durian tanpa dia hadir. Saat itu saya hanya menemui penjual duriannya, tinggal makan. Itu luar biasa, saya nggak nyangka sampai ke sana,” kenang Umar.
“Kebaikan kita yang kita tanamkan ke anak itu akan sepanjang hayat akan mereka bawa dan tanpa kita harapkan suatu ketika akan mendapat suatu balasan yang setimpal,” katanya.
Editor : Ahmad Antoni