Bisa jadi fitur warna dan kecerahan saja belum cukup untuk mendeteksi hilal. Karena itu, perlu juga didapatkan karakteristik bentuk hilal. Bentuk hilal bisa didapatkan dengan proses deteksi tepi. Selanjutnya, bentuk luar hilal ini bisa dideskripsikan menggunakan berbagi definisi fitur bentuk, seperti form factor, convexity dan sebagainya.
Saat fitur hilal sudah berhasil diekstrak, tahap selanjutnya adalah deteksi hilal. Di sini komputer mencoba memahami citra langit tadi. Komputer akan menganalisis citra berdasarkan fitur warna dan bentuk.
Dengan algoritma tertentu, komputer akan menentukan apakah dalam citra tersebut terdeteksi hilal atau tidak. Apabila dirasa perlu, hasil deteksi oleh komputer ini bisa dibandingkan dengan pengamatan manusia. Campur tangan manusia bisa dilakukan dengan mengamati citra yang telah dikoreksi.
Dengan demikian, akurasi dari pendeteksian hilal oleh komputer dapat dinilai tingkat keberhasilannya.
Sampai di sini, dapat dilihat potensi besar dari teknologi visi komputer sebagai alat bantu untuk mendeteksi hilal untuk menentukan kapan awal puasa Ramadhan dan kapan berhari raya Idul Fitri, Idul Adha maupun penentuan yang lainnya. Tentu alat ini ke depan sangat membantu para astronom dan ulama ahli Falak yang selama ini menggunakan metode ilmu hisab dan rukyat hilal secara integratif. Semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam.
*Dosen Prodi Teknologi Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang.
Serial artikel Sains Ramadhan merupakan kerjasama iNewsSemarang.id dengan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang.
Editor : Miftahul Arief