Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan banyak negara lainnya, seperti di USA dan negara di Eropa yang mencatatkan rekor tertinggi dalam 40 tahun terakhir, kenaikan inflasi di Indonesia jauh lebih moderat. Utamanya karena peran krusial APBN sebagai peredam gejolak (shock absorber) inflasi global melalui mekanisme subsidi energi dan alokasi belanja stabilisasi harga pangan.
"Kenaikan tipis angka kemiskinan pada September 2022 terkait erat dengan kenaikan inflasi bahan pangan, pada periode Juni, Juli, Agustus, dan September, yang sempat mencapai puncaknya di 11,5% pada bulan Juli 2022," lanjutnya.
Sementara pada September 2022, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia (Rasio Gini) tercatat sebesar 0,381, menurun 0,003 poin dari Maret 2022 (0,384). Penurunan ketimpangan di perkotaan dan perdesaan lah yang menyebabkan penurunan Rasio Gini yang masing-masing menurun tipis 0,001 dari posisi Maret 2022.
“Upaya Pemerintah untuk mendorong inklusivitas pertumbuhan ekonomi terlihat dari penurunan ketimpangan baik di perkotaan maupun perdesaan. Bahkan, ketimpangan di perdesaan juga terus menunjukkan perbaikan dibandingkan level prapandemi,” sambung Febrio.
Ke depannya, tingkat kemiskinan diperkirakan kembali menurun, melihat dari inflasi bahan pangan (volatile food) yang menunjukkan tren penurunan signifikan dari September 2022 (9,0%, yoy) hingga Desember 2022 (5,6%, yoy). Hal ini didukung pula dengan perbaikan kondisi ketenagakerjaan, di mana Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Agustus 2022 meningkat mencapai 68,63%, hal ini akan mendorong perbaikan pendapatan masyarakat.
"Ke depan, Pemerintah perlu menjaga momentum penurunan inflasi dan mengakselerasi realisasi belanja pada Triwulan 1 2023 untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan angka kemiskinan,” tutup Febrio. (Mg/Revina)
Editor : Agus Riyadi
Artikel Terkait