Hingga akhirnya penuntut umum mengajukan Kasasi dan mengabulkan permohonannya, sehingga perkara Pramudya kembali bergulir di PN Purwokerto. "Kami mengajukan permohonan pergantian hakim, karena supaya persidangan kasus penggelapan berjalan netral," ujarnya.
Sementara, Aspidum Kejati Jateng Sulisyadi megatakan bahwa kasus ini berawal dari adanya lelang aset milik milik korban, alm Hasan Budiman yang dilakukan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Purwokerto. Lelang ini yang dilakukan pada tahun 2017 ini melibatkan terdakwa Pramudya bersama terpidana Cherry Dewayanto.
Padahal koperasi Artha Megah diketahui beroperasi dengan izin yang berlaku dari 20 Januari 2005 hingga 20 Januari 2015. “Kegiatan lelang tersebut tahun 2017 dengan KSU Artha Megah sudah tidak memiliki izin operasional koperasi,” jelas Sulisyadi.
Sulisyadi menegaskan bahwa berdasarkan undang-undang koperasi, lelang langsung tidak diperbolehkan jika izin operasional sudah habis. “Jadi KSU berdasarkan undang-undang koperasi, bahwa seseorang masih ada barang yang belum dilelang dan operasional sudah habis, tidak boleh melakukan lelang langsung seperti itu, jadi ada panitia khusus, jadi ini tidak ada,” jelasnya.
Pihaknya juga menampik anggapan adanya kriminalisasi yang dilakukan terhadap terdakwa yang berprofesi sebagai pengacara. "Tidak ada kriminalisasi, karena perkara sebelumnya dengan terpidana Cherry Dewayanto juga telah diputus Mahkamah Agung. Ada pasal 55 KUHP. Pada saat pelelangan Pramudya bukan dalam kapasitas sebagai pengacara,tapi atas nama individu,” tegas Sulisyadi.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait