Sementara itu, Sindhunata Gesit Widiarto menegaskan bahwa seni pedalangan dan teater bukan sekadar warisan masa lalu, melainkan bahasa kehidupan yang relevan lintas zaman.
“Wayang, karawitan, dan teater mengajarkan laku hidup. Ada nilai kesabaran, keberanian, dan tanggung jawab di dalamnya. Melalui Sindhu Laras Bocah, kami ingin anak-anak tidak hanya bisa memainkan seni, tetapi juga memahami maknanya,” kata Sindhunata.
Menurutnya, nguri-uri budaya adalah bentuk perlawanan kultural terhadap degradasi nilai kemanusiaan di era modern.
“Kemajuan teknologi jangan sampai mengalahkan manusia. Justru dengan budaya, manusia tetap punya arah, etika, dan rasa. Dari Semarang, kami berharap budaya Jawa bisa terus hidup dan dikenal hingga tingkat internasional,” ujarnya.
Peringatan HUT ke-4 Sindhu Laras Bocah menjadi penanda bahwa pelestarian budaya Jawa bukan sekadar romantisme masa lalu, melainkan gerakan sadar untuk membangun masa depan.
Ketika seni dijadikan ruang belajar, budaya pun menjelma menjadi pemersatu bangsa dan penopang nilai kehidupan generasi mendatang.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait
