Dari LCA ini kita menjadi tahu bahwa satu piring nasi, lauk pauk, dan minuman yang kita konsumsi tidak sekedar satu piring nasi, lauk pauk, dan minuman. Untuk menghasilkan satu piring nasi lengkap tersebut membutuhkan sumberdaya lain seperti energi, bahan baku, dan lain sebagainya. Dari masing-masing sumberdaya yang dipergunakan tersebut pun memiliki daur hidup masing-masing.
Dan satu hal yang pasti: dari masing-masing daur hidup tersebut pasti menghasilkan limbah dan berkontribusi pada pemanasan global dan perubahan iklim. Berapa banyak sumber daya yang diekstraksi, berapa banyak energi yang dibutuhkan, berapa limbah yang dihasilkan, dan berapa persen kontribusinya pada pemanasan global dan perubahan iklim adalah angka-angka yang seringkali terabaikan, atau diabaikan, oleh manusia.
Ini bukan hanya semata-mata soal angka. Melainkan soal pilihan hidup bertanggung jawab terhadap lingkungan. Apalagi dalam kehidupan normal, kita tidak hanya mengkonsumsi sepiring nasi, tetapi juga makanan-makanan lain, utamanya makanan ringan, yang daur hidupnya sama-sama memberi dampak pada lingkungan.
Thomas Robert Malthus, yang pemikirannya disebut Malthusian, pada abad ke-18 pernah mengungkapkan bahwa seiring dengan bertambahnya penduduk, maka sejatinya kebutuhan akan produksi dan konsumsi akan terus meningkat, dan dengan demikian maka lingkungan juga sebenarnya terus dalam ancaman. Apalagi pertumbuhan penduduk dunia terus meningkat, maka sulit dipungkiri juga bahwa kebutuhan atas produksi dan konsumsi akan terus meningkat. Pada akhirnya, ekstraksi sumberdaya alam semakin banyak, dan limbah yang dihasilkan juga semakin banyak.
Asumsi ini bukannya tak berdasar. Akar kekacauan pada keseimbangan lingkungan adalah pola konsumsi yang melampaui batas dan menguras sumber daya alam.
Editor : Miftahul Arief
Artikel Terkait