Sains Ramadhan: Dimensi Ekologis Puasa yang Dikesampingkan

Moh. Miftahul Arief
(foto: pixabay)

The Great Disruption karya Francis Fukuyama (2016) telah mewanti-wanti kita, bahwa akar kerusakan di bumi bersumber dari empat hal: kemiskinan yang meningkat, kekayaan yang meningkat, kemerosotan nilai-nilai kultural dan religius, meningkatnya egoisme atau kepuasaan individualistis di atas kewajiban komunal.

Dari uraian sederhana itu kita menjadi tahu. Kita perlu “sistem pengendalian” atas egoisme manusia, keserakahan manusia, dan sifat konsumtif manusia. Puasa, yang merupakan “menahan diri dari makan dan minum serta yang membatalkan puasa mulai dari fajar hingga terbenamnya matahari” adalah salah salah satu sistem religi yang dapat berperan sebagai pengendali egoisme manusia, utamanya pola produksi dan konsumsi atas sumberdaya. 

Kita mesti memperluas pemahaman taqwa, tidak hanya sekedar ketakwaan secara ritual, tetapi juga ketaqwaan ekologis. Apalagi kata taqwa dalam al-Qur’an disebut sebanyak 259 kali dengan makna yang beragam, bergantung konteks yang dipersandingkannya. Karena pada Surat al-Baqarah 183, kata taqwa disandingkan dengan ibadah berpuasa, maka kita bisa menjangkau pemahaman yang lebih luas tentang dimensi ekologis dari puasa itu sendiri, sehingga makna takwa juga mengikuti dimensi yang dipersandingkan tersebut.



Editor : Miftahul Arief

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4 5

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network