Ketika menginjak usia 15 tahun, dia mulai menjelajah berbagai pesantren seperti Pesantren Wonokoyo Probolinggo, Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Kademangan Bangkalan Madura, dan lainnya. Selain itu, Hasyim Asy’ari juga pernah menuntut ilmu di Makkah.
Saat itu, dia pergi ke Hijaz dan belajar di bawah bimbingan Syekh Mahfudz dari Tremas, Pacitan. Pada perjuangan kemerdekaan Indonesia, KH Hasyim Asy’ari turut serta memperjuangkan kedaulatan bangsa melalui berbagai bidang. Dia mendirikan Jam'iyah Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926 bersama sejumlah kyai lainnya.
Pendirian organisasi ini ditujukan untuk menyatukan para ulama dan kekuatan Islam di Indonesia. Pada tugas dan fungsinya, organisasi ini tak hanya bergerak di bidang keagamaan saja, tetapi juga pada sektor lain seperti ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan.
Sebagai contoh, di bidang politik Hasyim Asy’ari menjadi salah satu tokoh yang memprakarsai terbentuknya Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang menghimpun banyak partai, organisasi, dan perkumpulan Islam lainnya. Lembaga ini ke depannya akan menjadi Masyumi.
Pada masa pendudukan Jepang, KH Hasyim Asy’ari pernah ditahan dan siksa. Alasannya karena dia menolak melakukan Seikerei. Namun, setelahnya Jepang menyadari bahwa pengaruh Hasyim Asy’ari di Indonesia cukup besar.
Suatu hari, KH Hasyim Asy’ari mendapat tawaran dari Jepang untuk menjadi Presiden Indonesia. Hal ini disampaikan seorang utusan Jepang bernama Maruto saat menemuinya.
Dalam hal ini. Hasyim Asy’ari menolak tawaran untuk menjadi presiden. Setelahnya, dia berpendapat bahwa yang pantas menjadi pemimpin Indonesia adalah Soekarno atau biasa dikenal sebagai Bung Karno.
Berselang beberapa tahun setelah kemerdekaan Indonesia, KH Hasyim Asy’ari wafat. Tepatnya pada 25 Juli 1947.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta