Pihak yang cenderung menolak praktik budaya dan kearifan lokal seringkali belum memahami agama dengan komprehensif, dan memandang sempit segala perkara.
"Sebab ketika budaya saat lebaran itu dibangun, intoleransi itu tidak akan terjadi. Misalnya saja ketika melakukan mudik, ketika para pemudik singgah di beberapa masjid, ada yang warga sekitar yang memberikan minum. Warga lainnya bahkan ada yang mempersilakan pemudik yang mampir untuk beristirahat di rumah mereka. Ini baru dari kegiatan mudik saja, belum yang lainnya," imbuhnya.
Menjadi hal yang wajar jika praktik beragama di Indonesia diwarnai dengan beragam budaya dan adat istiadatnya. Sebagai sebuah negara yang menaungi begitu banyak suku, bangsa, agama, hingga kepercayaan, perbedaan praktik kehidupan adalah suatu keniscayaan dan tidak mungkin dibendung oleh siapa pun.
"Indonesia itu negara yang luar biasa. Menurut saya, negara kita ini sangat menarik untuk dikaji oleh dunia. Bayangkan saja, jazirah Arab itu bahasanya, kulitnya, dan datarannya sama, namun bisa pecah jadi sekitar 19 negara. Indonesia yang punya lebih banyak perbedaan bahasa, kulit, tempat yang beragam, tapi tetap bisa bersatu," kata KH Yusnar. (Arni Sulistiyowati)
Editor : Maulana Salman
Artikel Terkait