SEMARANG, iNewsSemarang.id - Dalam upaya memperkuat budaya hukum dan meningkatkan akses keadilan di masyarakat, Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Tengah menyelenggarakan Rapat Inventarisasi Permasalahan Hukum di Jawa Tengah, Selasa (16/07).
Acara dibuka secara resmi oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Tengah, Heni Susila Wardoyo, yang dalam sambutannya menekankan pentingnya peran kepala desa dan lurah garda terdepan pemerintahan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
“Acara ini sangat strategis dan mulia, karena lurah dan kepala desa adalah entitas pemerintahan paling depan yang berhadapan langsung dengan warga. Kami sangat mengapresiasi keterlibatan Bapak/Ibu dalam menciptakan masyarakat yang sadar hukum,” ujarnya.
Heni menyampaikan bahwa pemerintahan yang baik bukan hanya menghadirkan pelayanan publik yang berkualitas, tetapi juga melakukan pemberdayaan masyarakat dan membangun keadilan hukum yang merata. Salah satu wujud konkret dari semangat itu adalah melalui kegiatan inventarisasi permasalahan hukum yang diselenggarakan hari ini. Menurutnya, kegiatan ini bukan sekadar formalitas administratif, tetapi merupakan langkah awal yang sangat penting dalam menyusun program penyuluhan hukum yang tepat sasaran.
“Permasalahan hukum yang diinventarisasi harus bersifat faktual dan aktual, bukan berdasar asumsi. Inilah yang akan menjadi dasar kebijakan hukum kita agar benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat,” tegasnya.
Kegiatan ini juga menjadi bagian integral dari program nasional Peacemaker Training yang bertujuan membekali kepala desa dan lurah sebagai mediator non-litigasi di wilayahnya. Program ini bersinergi dengan pembentukan Pos Bantuan Hukum (Posbankum) di tingkat desa/kelurahan, sebagai upaya strategis memperluas akses bantuan hukum secara gratis kepada masyarakat, khususnya kelompok rentan dan miskin.
“Paralegal dan kepala desa memiliki peran krusial dalam proses ini. Paralegal menjadi pendamping masyarakat dalam menyelesaikan persoalan hukum secara non-litigasi, sementara lurah dan kepala desa sebagai juru damai. Apabila tidak terselesaikan, barulah dirujuk kepada advokat, khususnya yang tergabung dalam Organisasi Bantuan Hukum (OBH),” jelas Heni.
Di akhir sambutannya, Heni mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk terus memperkuat sinergi, komunikasi, dan kolaborasi.
“Mewujudkan masyarakat yang sadar hukum dan berkeadilan sosial bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat atau daerah saja, tetapi tanggung jawab kita bersama,” tutupnya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, Delmawati, dalam laporan kegiatannya mengungkapkan selama tiga tahun terakhir, tercatat lebih dari 12.000 perkara hukum yang ditangani, dengan mayoritas perkara merupakan pidana ringan akibat konflik sosial di masyarakat. Fenomena ini mendorong arah kebijakan hukum untuk lebih mengedepankan penyelesaian sengketa secara alternatif melalui pendekatan mediasi dan kekeluargaan.
“Saat ini, terdapat 58 OBH di Jawa Tengah yang telah bekerja sama dengan Kanwil Kemenkum Jateng dan memiliki kewajiban memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat miskin,” ujar Delmawati.
Editor : Arni Sulistiyowati
Artikel Terkait