Dengan demikian kita bisa belajar dari operasi pembagian tersebut bahwa ketika kita melakukan segala sesuatu dengan berharap lebih seperti mendapat pujian dari orang lain, supaya kita terlihat lebih baik, lebih alim dan sebagainya, maka sesungguhnya kita hanya akan mendapatkan hasil yang sedikit, atau bahkan kita tidak memperoleh apa pun.
Tetapi jika setiap perilaku kita, amal ibadah yang kita lakukan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka hanya Allah lah yang tahu pasti kepantasan yang berhak untuk kita.
Pemahaman semacam ini merupakan aplikasi dari tingkatan ikhlas khawas, seperti pada firman Allah SWT pada QS. Al Baqarah ayat 265.
وَمَثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمُ ٱبۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ ٱللَّهِ وَتَثۡبِيتًا مِّنۡ أَنفُسِهِمۡ كَمَثَلِ جَنَّةِۢ بِرَبۡوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَأَتَتۡ أُكُلَهَا ضِعۡفَيۡنِ فَإِن لَّمۡ يُصِبۡهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (QS. Al Baqoroh : 265)
Wallahu a'lam bishawab...
Serial artikel Sains Ramadhan merupakan kerjasama iNewsSemarang.id dengan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang.
Editor : Miftahul Arief
Artikel Terkait