TULISAN INI dilatar belakangi oleh kekaguman penulis pada tradisi ziarah makam Wali masyarakat Jawa. Ziarah wali sudah menjadi ritual dari tahun ketahun pada masyarakat Jawa.
Sebagai kaum pendatang, penulis tidak saja hanya menganggap tradisi ini menarik, tetapi perlu terus dipelihara eksistensinya untuk mengingat jasa para walisongo dalam syiar islam di tanah jawa.
Jika ibadah puasa merupakan salah satu momentum untuk membersihkan bathin, Hari Raya Idul Fitri sebagai momentum untuk membersihkan dosa kepada sesama manusia, maka ziarah wali –selain diyakini mendatangkan keberkahan bagi para peziarah- juga dianggap sebagai prosesi dzikr al maut, sebagai pelengkap ritual untuk menyempurnakan nilai kerohanian, keduniawian maupun relasi di antara keduanya.
Salah satu makam yang sangat menarik perhatian penulis adalah makam Sunan Muria di desa Colo. Makam ini terasa spesial karena posisinya berada di puncak Gunung Muria sehingga untuk mencapainya peziarah harus sedikit punya “nyali” agar bisa sampai ke atas. Posisi makam yang berada di ketinggian bisa dicapai dengan menaiki ojek melalui jalan yang terjal dan sempit.
Meski demikian makam ini selalu ramai oleh para peziarah yang menandakan kecintaan yang besar pada sang pemilik makam.
Desa Colo merupakan sebuah desa di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Jawa Tengah, tepatnya berada di Gunung Muria.
Hamparan kebun yang begitu luas dan Gunung Muria yang menjulang tinggi, membuat pemandangan terlihat begitu indah terutama dipagi hari. Desa ini juga menyimpan keanekaragaman hayati melimpah yang didukung oleh adanya hutan alam di desa tersebut.
Editor : Sulhanudin Attar