Perlu diketahui, secara etimologis Syawal memiliki makna meningkat. Meningkat dalam semangat ubudiyah dan terhadap merekatkan hubungan dengan sesama. Tetapi faktanya, silaturahim dengan keluarga dan tetangga "seakan-akan" luntur dari waktu ke waktu. Padahal, kanjeng Nabi pernah bersabda, salah satu tujuan silaturahim adalah memperlancar rizki.
Oleh karenanya, tradisi lebaran akan eksis dan punah itu semua tergantung kita. Kita masing-masing ingin memperkuat tradisi anjang sana-sini atau tidak dengan keluarga, kolega, teman dan lain sebagainya.
Jika semangat ini hilang, tentu perlu untuk disadarkan. Jangan sampai potret "rumah" menjadi sepi karena tidak ada yang silaturahim. Jangan pula mendahulukan rekreasi sebelum silaturahim dengan keluarga dan lainnya selesai.
Jika prilaku di atas terjadi, kita menjadi bagian "pemutus" tradisi silaturahim. Karena kala bersilaturahim tidak jinak, melainkan tergesa-gesa. Atau pula punya perasaan malas. Pertanyaannya, lalu bagaimana agar momen silaturahim menjadi momen indah? Bagi penulis hal itu bisa dilakukan melalui dua hal berikut:
Pertama, jadwalkan silaturahim. Artinya apa, mulai dari selesai salat idul fitri selepas sungkem kepada orang tua, jadwal silaturahim kepada keluarga, tetangga sekitar kita agendakan terlebih dahulu.
Perlu diketahui, silaturahim kepada sanak saudara, tetangga, memiliki signifikansi agar kita tidak terasing di tempat sendiri. Kita menjadi saling mengenal one by one keluarga, tetangga yang ada di sekitar kita, sehingga sapa harian kepada sesama hadir dan terwujud nyata dalam laku kehidupan.
Editor : Miftahul Arief
Artikel Terkait